2012年1月5日木曜日

I hate you but .......

投稿者 Adytya Fitriani 時刻: 3:00
tittle : I hate you but.........
pairing : Hikaru Yagami X Miyadate Ryota
rating : PG 13
Disclaimer : tokoh disini adalah milik mereka sendiri
Author note : Sebenernya ini fanfic udah diposting di blog sebelumnya, tapi buat ngeramein blog yang baru gak ada salahnya kalau di posting lagi, hehehe.. Selamat menikmati sebuah fanfic geje dariku ^^


            “Kenapa sih aku selalu saja sekelompok dengan dia.” Hikaru melipat wajahnya kesal. Dia duduk-duduk di kafetaria sambil terus mengamati kertas pembagian kelompok matematika.
            Teman-teman Hikaru hanya tertawa menanggapinya. Mereka tahu Hikaru sangat membenci seorang lelaki bernama Miyadate Ryota, tapi semakin Hikaru membenci lelaki itu, semakin sering Hikaru menghabiskan waktu bersamanya.
            Pertama, waktu pengocokan teman duduk, Hikaru duduk tepat di sebelah Ryota, lalu saat pengocokan jurit malam, mereka sama-sama mendapatkan nomor 3, belum lagi setiap pembagian kelompok mereka selalu bersama, dan yang paling parah 3 tahun berturut-turut selalu saja sekelas.
            “Kalian ini.” Hikaru merenggut kesal. “Kenapa coba aku harus sama dia mulu?”
            Shizuka geleng-geleng kepala dan menepuk pundak Hikaru pelan. “Itu karena kamu terlalu membencinya. Makanya kalau sama orang itu jangan terlalu benci. Tuhan itu paling senang menyatukan umatnya yang saling membenci, agar tumbuh perasaan kasih diantara mereka.”
            Hikaru melempar kertas kelompok itu pada tangan Shizuka. “Maksud kamu itu aku bakal suka sama Ryota, gitu?” Hikaru menatap Shizuka sengit.
            “Kalau kamu nganggepnya gitu, mungkin iya. Hati-hati benci bilang cinta loh.” kali ini Keiri menyahut. “Waktu SMP, aku benci banget sama Daisuke. Tapi sekarang buktinya apa? Aku malah pacaran sama dia, kan? Udah 5 tahun loh. 5 tahun.” Keiri mengangkat tangan kanannya dan menunjukkan semua jari-jarinya yang berjumlah 5.
            “Jangan samakan aku dan Ryota dengan kamu dan Daisuke. Kamu otaknya lagi konslet kali waktu mutusin buat jadian sama Daisuke.”
            “Eh. Nih anak, dikasih tahu malah ngeyel. Terserah kamu aja. Liat aja nanti, aku yakin kamu pasti bakal kena karma. Gak percaya? Aku udah ngalamin.” Keiri bangkit dari duduknya. “Aku ke rooftop dulu yah. Daisuke udah nungguin disana.” Keiri pun pergi dan bayangannya menghilang dari kafetaria.
            “Lagipula aku masih belum ngerti apa alasan kamu membenci Ryota. Aku rasa dia anak yang baik, orangnya juga rajin.” Kana bertanya dengan nada skeptis sekaligus menuduh.
            “Pokoknya liat muka dia rasanya pengin nonjok dan pergi ke samudra pasifik buat nyemplungin dia disana.” Hikaru diam sejenak dan bukannya menjawab pertanyaan dari Kana dan mulai bercerita, Hikaru malah bangkit berdiri dan pergi dari kefetaria. Mengundang rasa heran sekaligus penasaran keenam sahabatnya.
            Kejadian itu sudah lama terjadi. Awal tahun ajaran baru. Saat kelas satu Hikaru didaulat sebagai ketua murid perempuan dan ketua murid laki-lakinya adalah Ryota. Waktu itu kegiatan belajar mengajar baru berjalan beberapa minggu saja, dan Ryota tidak masuk satu minggu lamanya, karena wali kelas mereka khawatir Ryota akan ketinggalan pelajaran, maka Hikaru dimintai tolong untuk mengantarkan catatan selama Ryota tidak masuk sekolah ke rumahnya.
            “Permisi bibi. Apa benar ini rumah Miyadate-kun?” tanya Hikaru.
            Seorang wanita kira-kira berusia sekitar 35 tahun itu menganggukan kepalanya. “Iya. Ini rumah Ryota. Kamu siapanya anak saya?”tanya wanita itu  lembut,
            “Saya teman sekelasnya. Karena Miyadate-kun belum bisa masuk sekolah, wali kelas saya khawatir Miyadate-kun”
            “Kalau begitu silahkan masuk. Ryota sedang tidur di kamarnya. Kamu langsung saja ke kamarnya, kalau memang dia tidak kunjung bangun, taruh saja bukunya di atas meja belajar.”
            Hikaru mengangguk tanda mengerti atas instruksi dari wanita tersebut.
            “Oh iya, kamar Ryota ada di lantai dua, kamar nomor satu. Di depannya tertulis ‘Ryota no heya’”tambah wanita lembut tersebut.
            Dengan perasaan tidak enak yang menyelimuti hati, Hikaru menaiki tangga. Sebelum masuk ke dalam kamarnya, Hikaru mengetuk pintunya terlebih dahulu. Namun, sudah beberapa kali diketuk, tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar. ‘Dasar cowok.’ begitu pikir Hikaru dalam hati.
            Karena masih belum ada jawaban juga, akhirnya Hikaru memutuskan untuk masuk. Kamar Ryota begitu minimalis dan rapih. Hikaru kagum, seorang laki-laki bisa merawat kamarnya serapih itu dan sewangi itu.
            “Miyadate-kun ini aku Hikaru. Catatannya aku taruh di atas meja, yah.” bisik Hikaru di telinga Ryota.
            “Hmmm...” jawab Ryota.
            Dan tepat saat Hikaru akan menaruh buku di atas meja yang letaknya bersebelahan  dengan kasur, lengannya tiba-tiba ditarik oleh Ryota. Karena terkejut, Hikaru tidak dapat melawannya. Lalu, secara tidak sadar, Ryota mencium bibir Hikaru.
            Hikaru langsung diam. Pipinya memerah. Selama 15 tahun hidupnya, inilah ciuman bibir pertama yang diberikan oleh seorang lelaki padanya. Terlebih, lelaki itu sedang tidak sadarkan diri saat mencium bibirnya.
            Beberapa detik kemudian, Ryota melepaskan ciuman itu dan kembali tidur dengan tenang. Hikaru yang masih tergiang-giang dengan kejadian itu, merasakan pipinya memanas. Dengan segera, Hikaru pun keluar dari kamar Ryota dan pamit pada sang ibu.
            Selama beberapa hari Hikaru terus memikirkan ciuman tersebut. Dia tidak dapat menghapus bayang-bayang kejadian tersebut dari benaknya.
            Namun ketika Ryota sudah sehat dan kembali masuk sekolah, Ryota bahkan tidak mengenal Hikaru sama sekali. Padahal di hari itu Hikaru menghampiri Ryota dengan semangat dan langsung menanyakan kabarnya.
            “Sudah sehat? Tempo hari aku datang ke rumahmu untuk mengantarkan catatan.”
            Tapi bukannya menjawab sapaan Hikaru, Ryota hanya melengos pergi.
            “Hei..” Hikaru menarik lengan Ryota. “Catatannya udah dibaca kan? Kok malah melengos gitu sih?”
            Ryota mengamati Hikaru sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan gadis itu.
            “Makasih buat catetannya. Tapi maaf tolong jangan sok akrab karena saya tidak mengenal siapa kamu.” Ryota pun melengos pergi, meninggalkan Hikaru yang wajahnya berubah merah karena marah.
            Hikaru menghela nafasnya. Kejadian yang tidak pernah ia bisa lupakan. Kalau boleh gadis itu jujur, ia sama sekali tidak membenci Ryota, justru sebaliknya, ia menyukai Ryota namun malu untuk mengakuinya.
            “Kayaknya mending balik ke kelas aja deh.” Hikaru memutuskan. Ia menggeser pintu kelas dan hanya menemukan satu orang disana. Orang itu tengah asik menatap langit cerah sambil bersandar pada meja paling belakang dekat jendela.
            Hikaru dengan segera menyesali keputusan bodohnya untuk kembali ke kelas sekarang. Bukan kembali ke kafetaria dan kembali ke kelas bersama dengan sahabat-sahabatnya.
            Tepat saat Hikaru memutuskan untuk berbalik dan keluar kelas, seseorang memanggil namanya.
            “Hikaru....,” panggilan itu membuat Hikaru mengurungkan niatnya.
            “Kenapa?” tanya Hikaru ketus.
            “Ada yang ingin kubicarakan denganmu.” ujar Ryota.
            Hikaru memandang Ryota malas meski pada akhirnya ia memutuskan untuk mendengarkan Ryota.
            “Aku tidak tahu harus memulainya dari mana...” Ryota tampak salah tingkah, ia menyentuh rambutnya beberapa kali. Menyisirnya, padahal rambutnya pendek dan lurus. “Aku kadang bertanya-tanya kenapa kamu terlihat sangat membenciku, padahal selama ini aku merasa tidak punya salah padamu.” Ryota diam. “Tanpa kusadari aku sering memikirkan hal tersebut sampai akhirnya aku menyadari kalau aku jatuh cinta padamu.”
            Hikaru menahan nafas. Ia merasa darahnya tidak dapat mengalir ke otak dan merasa oksigen yang ia hirup tidak masuk ke dalam paru-paru. Ah, tidak, bahkan Hikaru sangsi di saat seperti ini ia masih dapat menghirup oksigen di udara.
            “Hikaru, maukah kamu menjadi pacarku?”
            Dengan satu anggukan, Hikaru mengiyakan permintaan Ryota. Rona wajah Ryota berubah. “Tapi dengan satu syarat....” ujar Hikaru sambil mengacungkan telunjuk kanannya. “Kamu harus ingat terlebih dulu kejadian ketika aku menjengukmu tiga tahun silam.”
            Ryota tersenyum. “Tentu saja ingat. Itu ciuman pertamaku.”
            Kemudian keduanya saling berpelukan tanpa mempedulikan semua teman sekelas sedang memperhatikan mereka melalui jendela kecil di depan pintu kelas mereka.
            “Sesuai dugaan kita kan. Tidak akan mungkin kalau pada akhirnya Ryota dan Hikaru tidak bersama.” kelima sahabat Hikaru yang lain tersenyum menanggapi ucapan Keiri.
           
           
          
           

0 コメント:

コメントを投稿

Pages

 

Sky Blue Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template and web hosting Graphic from Enakei